KlinikStrokeNusantara.com

Sabtu, 21 Mei 2016

Anak Dibawa Kabur Pengasuh. Orangtua Diharap Tak Mudah Izinkan Anak Pergi



JAKARTA, KOMPAS – Lantaran memberikan izin anak mereka pergi tanpa pengawasan, suami istri Arindra (40) dan Feni (40) kehilangan anak. MD (6,5) dibawa kabur pengasuhnya, Imah (33), ke Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Tiga hari kemudian, Minggu (20/3), bocah itu ditemukan.

MD ditemukan bersama Imah yang selama tiga hari terakhir ini tinggal di rumah teman Imah di Palabuhanratu. Hingga Minggu siang, MD menjalani visum di Rumah Sakit Polri Kramatjati, sementara Imah diperiksa di Polres Jakarta Timur.

Arindra mengatakan, peristiwa itu terjadi lantaran MD merengek minta ikut pergi bersama Imah yang akan mengunjungi kerabatnya di Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Jumat (18/3). Saat itu, ujar Arindra, istrinya Fenni, tidak dapat mencegah MD karena Fenni harus segera berangkat kerja.

Sementara, Arindra jarang berada di rumah karena bekerja di Kalimantan. Hanya sekali dalam tiga minggu dia pulang ke rumah di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Adapun anaknya yang tertua sekolah sejak pagi dan baru pulang ke rumah pada sore hari. Akibatnya, MD lebih banyak diasuh Imah. Imah yang baru dua minggu bekerja sudah membuat MD dekat dengannya.

Setelah memperoleh izin dari Fenni, MD pergi bersama Imah menuju Kampung Rambutan, kerabat Imah sudah pergi ke Sukabumi. Imah pun diminta menyusul ke Sukabumi.

Tanpa piker panjang, ujar Arindra, Imah membawa MD ke Sukabumi. Saat ditemui di Polres Jakarta Timur, lanjutnya, Imah mengaku berniat menghubungi ibu MD setibanya di Sukabumi. “Namun, setelah saya desak, kenapa dia tak menghubungi juga setelah tiba di Sukabumi, Imah hanya diam,” kata Arindra.

Arindra mengaku tak tampak trauma pada wajah MD saat dibawa ke Polres Jakarta Timur pada Minggu pagi. MD tetap ceria dan lancer berkomunikasi.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Nasriadi mengatakan belum mengetahui persis motif utama Imah membawa MD ke Palabuhanratu. Imah diketahui telah menikah, tetapi hidup terpisah dengan suaminya dan belum memiliki anak.

“Kami masih menggali motif pelaku tidak mengembalikan anak majikannya itu,” lanjutnya.

Nasriadi meminta orangtua tidak lengah dalam mengawasi anak mereka meski sibuk bekerja. Jangan pula mudah memberikan izin kepada anak untuk pergi bersama orang lain selain anggota keluarga inti.

“Bagaimanapun, ini memberika peluang bagi orang lain untuk berbuat jahat,” ujar,” ujar Nasriadi. (MDN)

Rabu, 18 Mei 2016

Tak Mau Gunakan Pengasuh untuk Urus Anak



Abbey Clancy sangat sibuk, karena dia memang memiliki pekerjaan. Meski demikian, perempuan cantik ini tidak mau mempekerjakan pengasuh dan memilih mengurus anaknya sendiri.

Sebagaimana dilansir Mirror.co.uk, tawaran pekerjaan untuk Abbey semakin banyak sejak setelah dia menjadi juara kontes tari terkenal di Inggris, Strictly Come Dancing, tiga tahun silam.

Perempuan yang baru merayakan ulang tahunnya yang ke 30 pada Minggu (10/1) tersebut termasuk model papan atas untuk produk pakaian dalam. Abbey juga menjadi presenter beberapa acara televisi.

Praktis, waktunya sangat padat dan banyak tersita oleh pekerjaannya. Meski demikian, Abbey punya tetap memegang kuat komitmennya sebagai ibu rumah tangga.

Pemilik nama asli Abigail Marie ini ingin mengasuh sendiri anak-anaknya dan ingin melihat setiap detail pertumbuhan kedua putrinya. Makanya, dia merasa sangat bersalah jika harus menggunakan pengasuh untuk merawat anak-anaknya.

Dari hasil pernikahannya dengan pesepakbola Inggris Peter Crouch, Abbey memiliki dua putri yang masih balita.

Anak pertamanya, Sophia berusia empat tahun. Sedangkan si bungsu, Liberty, baru berusia enam bulan.

Apalagi, dia mendapatkan bantuan dan dukungan  dari orang-orang terdekatnya, yakni dari Crouch (34), dan ibunya, Karen Sullivan (54). Abbey menyebut kedua orang tersebut sebagai orang “yang luar biasa dengan anak-anak”.

“Ibu pekerja kerap merasa bersalah jika menghadapi masalah seperti itu, saya juga pernah menyalahkan diri sendiri,” katanya. “Kami terbangun di tengah malam dengan sang bayi, kelelahan. Saya nyaris gila. Merasa bersalah karena bekerja, meninggalkan mereka (di rumah) sakit.”

Datang dari keluarga Liverpudlian kelas pekerja, Abbey bertekad untuk membuat putrinya menyadari nilai uang.  Dia mengatakan: “Saya mencoba untuk tidak  memanjakan mereka. Saya sadar mereka bisa menjadi anak nakal manja. Pendidikan adalah kekuatan. Makanya, saya berharap mereka memiliki sisi akademik yang baik. AGS